Istri-istri Dulu Vs Istri-istri Sekarang
Benar saja, ketika Nabi Saw datang ke rumah Sayyidah Fatimah (kala itu Sayyidah Fatimah kebetulan sedang menggiling gandum), beliau meminta ayahnya untuk memberikannya seorang jariyah, tapi Nabi Saw bukannya malah memberikan seorang jariyah, malah menyuruh batu gilingan yang ada di genggaman tangan Fatimah untuk bergoyang sendiri dan menumbuk gandum dengan sendirinya. Nabi Saw Bersabda, "Kalau engkau mau Fatimah batu itu dapat menjadi khadimmu (pembantu)." Dan ternyata benar saja, batu gilingan itu bergerak dan menggiling dengan sendirinya (Hingga kejadian ini banyak sekali diabadikan oleh para ulama dalam berbagai kitab yang berkenaan dengan mu'jizat dan biografi Rasul Saw seperti Khushushiyat Rasul karya Syaikh Nuruddin Al-Banjari dan Mawahib Al-Ladunniyah karya Imam Al-Kasthallani). Kejadian ini justru membuat Sayyidah Fatimah malu, dan entah apa yang dipikirkan oleh wanita terbaik ini hingga akhirnya Sayyidah Fatimah lebih memilih untuk bersabar dengan kehidupan susahnya dan menolak tawaran Rasul Saw. Tak lama setelah itu, Rasulullah Saw datang kembali ke rumah Fatimah dan mengajarkan kalimat subhanallah, alhamdulillah dan Allahu akbar masing-masing sebanyak 33 kali.
Tidak ada cara lain, mengingat Hasan, Husain dan Zainab sudah sangat kelaparan. Jubah usang yang sulit laku itu sepertinya memang harus dijual. Sayyidah Fatimah meminta suaminya untuk menjualnya dan uangnya dibelikan beberapa potong roti. Alhamdulillah ternyata terjual dan Sayyidina Alipun menukarkannya dengan tiga buah potong roti. Perut Sayyidina Ali yang sudah sakit keroncongan tidak ingin mencabik roti itu sedikitpun sebelum sampai di rumah dan menikmati kelezatan roti itu bersama istri dan anak-anaknya. Tapi apalah daya, di dalam perjalan menuju pulang, tiga kali Sayyidina Ali berpapasan dengan tiga orang pengemis yang kelaparan. Ketiga potong roti itupun habis dibagi-bagikan kepada para pengemis.
Coba bandingkan dengan istri-istri sekarang. Jika abang pulang tidak bawa uang, pasti loyang akan melayang dan piring-piring berterbangan. Suami jangan berharap pulang akan disambut dengan wajah bidadari yang penuh senyuman. Justru yang menyambut adalah wajah "Mak Lampir" yang penuh auman. Setelah itu berlanjut menuju meja makan, suami jangan berharap telah tersuguhkan berbagai macam hidangan, justru yang tersisa hanya kerak dan tulang. Istri-istri sekarang sudah terlalu kurang ajar, maunya hanya ketika senang, ketika susah suami ditendang. Untung hak cerai ada di tangan suami. Kalau di tangan istri, pasti di sana-sini sudah banyak janda-janda tua yang berserakan.
Sudah banyak saya mendengar kabar, istri-istri yang membunuh dan membakar suami hanya karena suami tidak mau memberi uang. Bahkan sudah ada istri yang berani melakukan mutilasi (memotong-motong tubuh menjadi beberapa bagian) terhadap suaminya. Begitu pula istri yang menusuk suami dari belakang kayaknya sudah tidak terbilang.
Banyak sudah istri-istri yang membunuh anaknya hanya karena takut suami tidak mampu membiayai. Istri yang menanam anaknya dalam septic-tank, ibu yang membakar anaknya, ibu yang mencekik anaknya dan sebagainya…pokoknya sudah terlalu sering saya dengar baik di televisi maupun di surat kabar.
Saya juga pernah menemukan beberapa istri yang sering memaki suami seperti mengatakan; suami tidak bisa diharap, suami tak tau diuntung, suami hanya bisa buat anak tapi ngga bisa ngurus anak dan sebagainya. Kalimat-kalimat ini sering saya jumpai. Alangkah malangnya nasib kaum suami di zaman bluetooth ini . Sungguh sangat berdosa besar istri yang menghardik suaminya. Dan Nabi Muhammad Saw ketika pulang dari Isra' Mi'raj bersabda:
"Aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti itu sama sekali. Aku melihat kebanyakan penduduknya adalah wanita." Shahabat bertanya, ”Mengapa demikian wahai Rasulullah?“ Beliau saw menjawab, “Karena kekufuran mereka.” Kemuian ditanya lagi, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka kufur kepada suami-suami mereka, kufur tehadap kebaikan-kebaikan suami-suami mereka. Kalau engkau (wahai para suami) berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka (istri kalian) selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata, "Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas ra)
Inilah akibat angin yang dihembuskan oleh aktivis gender dan Barat yang sering menyuruh kaum istri menuntut persamaan dan melakukan dominasi atas kaum suami. Padahal Allah sudah bilang:
و ليس الذكر كالأنثي (ال عمران: 36
"…dan laki-laki itu tidak sama dengan perempuan".
Kaum aktivis gender menyuruh kaum wanita abad modern ini untuk melomba suaminya dalam segala hal. Akhirnya mereka sekarang melomba suaminya untuk menjadi pemimpin dalam rumah tangga sehingga memiliki pendapatan yang lebih atau sama besar dengan suaminya dan ikut membiayai nafkah keluarga. Ini membuat kaum istri tidak lagi tahu harus memposisikan diri sebagai apa, apakah sebagai pelayan (khadim) ataukah sebagai raja.
Perilaku menyimpang ini sangat jauh berbeda dengan dua ratus tahun yang lalu dimana dahulu istri-istri kaum muslimin sangat patuh dan tunduk kepada suami serta khusyu' mengurus anak-anak dan kebutuhan suami. Istri-istri sekarang hanya baru merasa punya penghasilan sedikit sudah menyuruh suami untuk menjadi pelayan. Na'udzubillah min dzalik.
Dulu memang para istri kaum muslimin hidupnya lebih banyak di dalam rumah dan kerjanya hanya sekitar dapur, sumur dan kasur. Tetapi melahirkan generasi yang sholeh, patuh, kuat dan pejuang. Sekarang para istri sudah tidak mau lagi menimba air dan meniup kayu. Lihatlah anak-anaknya, hanya sebuah generasi obesitas yang lemah, malas, tak berkepribadian dan tidak tegas..
Dahulu kaum istri sangat takut mengganggu suaminya yang sedang beribadah. Bahkan merelakan jatah-jatah malamnya tidak disentuh oleh suami karena melihat suami sedang khusyu' sujud kepada Allah di tengah malam. Adapun sekarang wahai kaum suami, jangan macam-macam dengan istri anda, jika terlalu khusyu' dan lama beribadah, bisa-bisa dari belakang akan dilempar sandal.
Coba kita sedikit mundur ke zaman salaf dimana istri-istri kaum muslimin sering ditinggal oleh suaminya empat bulan, lima bulan bahkan hingga lebih 6 bulan karena berbagai kewajiban dakwah dan jihad. Mereka tidak pernah menuntut sama sekali bahwa suami harus senantiasa tinggal mengeloni istri di dalam rumah.
Lihat betapa indah akhlaq kaum istri di masa salaf (sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in). Walaupun ditinggal berbulan-bulan, tidak ada yang berani selingkuh dengan laki-laki lain. Adapun di abad 20 Masehi ini, istri-istri banyak yang selingkuh. Bukan hanya ketika suami tidak ada, tetapi juga ketika suami ada., baik di kantor, tempat-tempat shooting, pabrik ataupun tempat-tempat kerja lembur lainnya. Inilah akibat jika istri terlalu sering keluar rumah. Bekerja sebagai buruh-buruh pabrik, pelayan-pelayan toko dan restoran, hemat saya bukan pekerjaan yang sesuai dengan fitrah wanita.
Dulu para istri salaf selalu mengantarkan suaminya hingga ke depan rumah ketika hendak mencari nafkah dan berkata, "Wahai suamiku bertakwalah kamu kepada Allah, janganlah engkau memakan yang haram! Sesungguhnya kami mampu bersabar atas kelaparan dunia tapi kami tak mampu bersabar atas panasnya api neraka." (Baca Qishash At-Tabi'iyat karya Doktor Mustafa Murad)
Adapun sekarang justru kaum istri yang menyuruh suaminya melakukan perbuatan haram, melakukan korupsi, memakan harta riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil karena melihat tetangga mempunyai harta yang lebih dan mewah sehingga menginginkan hal yang sama pula dan jika gelang emas belum mencapai satu kilo di pergelangan tangan maka hati tidak tenang ( persis seperti toko emas berjalan).
1 comments:
selama 3 saya patuh sama suami, tetapi dari awal menikah saya menikah ingin punya imam. beberapa pertengkaran... setiap tuntutan suami terhadap saya, saya turuti keinginannya, saya ikhlas. di awal komitmen saya menikah, ingin suami saya belajar beribadah "saya menawarkan suami tuk belajar ibadah bersama, mengaji kitab suci Alquran bersama". pada kenyataannya selama perjalanan tidak membuahkan hasil, di setiap ada masalah kita berkomitmen, dan keinginan saya tidak berubah... ingin suami menjadi imam bukan hanya mencari dunia saja, tetapi akhirat juga.
Sekarang yang saya alami, rasa egois pun muncul... saya ingin mencari kerja karena suami tidak menepati komitmen" yang kita buat. saya sadari, saya salah bila melawan bantahan suami... itu juga saya baru" ini sering membantah.
saya berfikir, setiap hari disaat saya sakit hati suami mengingkari janjinya, semakin banyak juga dosa yang saya perbuat setiap harinya "berceloteh didalam hati, dengan bermuka masam" dari pada semakin saya berceloteh terus, semakin banyak dosa yang saya tanam. saya juga tidak tau harus bagaimana menanggapinya. sekarang saya sedang mengalami perpecahan (pisah rumah). minta bantuannya, karena tak ada perubahannya.karena selama ini berbagai cara sudah saya kerahkan berdoa, dll. saya jalani demi suami menjadi orang soleh. tp saat ini tak terlihat hasilnya dari komitmen yg telah di sepakati
Posting Komentar